Gold Morning!

Image

Selamat pagi dunia….

Pagi hari, waktu di saat dunia mulai melakukan aktivitasnya. Masa ketika udara begitu sejuk dan waktu di kala mentari masih bersahabat. Ketika ayam berkokok, pertanda bahwa manusia mulai berlomba-lomba melakukan aktivitas untuk kebaikan. Diawali dengan memanjatkan dia kepada Sang Ilahi, sekumpulan manusia berbondong-bondong menuju tambang emasnya.

Beribu aktivitas mulai terlaksana di pagi hari, seperti halnya petani yang membajak sawah, pedagang sayur yang menjajakan dagangannya, ibu-ibu rumah tangga yang mulai memasak untuk keluarga, anak-anak yang menuntut ilmu di sekolah, hingga kepala keluarga yang banting tulang di kantor. Bisa kita saksikan sendiri sesungguhnya produktivitas tinggi itu terjadi saat pagi hari maka tak heran jika ada orang yang menilai pagi itu sebagai tambang emas.

Pagi biasa diidentikan sebagai awal. Dari contoh di atas, kita bisa melihat segala sesuatu yang baik dilakukan saat lebih awal. Seperti halnya dalam balapan, seorang pemenang  pasti akan datang lebih awal di garis finis, begitu juga dengan kehidupan jika kita ingin sukses maka lakukanlah segala sesuatu lebih awal dibandingkan orang lain.

Ironisnya masih banyak muda-mudi yang diharapkan menjadi suksesor para pemimpin bangsa di masa datang yang tak bisa menghargai waktu. Saat mentari terbit, mereka masih terhanyut dalam mimpi mereka padahal di saat yang bersamaan orang lain telah memulai untuk merealisasikan mimpinya di dunia nyata. Mereka yang bermimpi di siang bolong tentu akan terus mencari pembenaran atas apa yang mereka lakukan dengan dalih “nikmati saja masa muda untuk bersenang-senang”. Sungguh pemikiran yang dangkal, seperti hidup mereka hanya untuk hari ini saja tak punya masa depan.

Memangnya ketika tua nanti mereka tidak dapat bersenang-senang?  Itu hanyalah alasan egois untuk mendapatkan kesenangan pribadinya semata. Anda tentu dapat menilai mana yang lebih berharga apakah ketika muda bisa memiliki atau membeli segalanya untuk dirinya dari hasil keringat orang tua, ataukah selagi muda dia bisa memberikan sesuatu kepada orang tuanya dengan hasil keringat sendiri? Tentu orang tua mana yang tak bangga kepada buah hatinya pada pilihan kedua. Saat muda itu waktu yang berharga untuk memberi bukan untuk meminta karena segala sesuatu yang berawal tentu akan berakhir begitu juga sesuatu yang berawal dari kebaikan maka akan berakhir pula pada kebaikan.

Ingatlah penyesalan itu selalu datang di akhir bukan di awal. Banyak mereka yang terlambat menyadarinya akan mencoba untuk mencapai hasil akhir dengan jalan pintas. Dimulai dengan menyontek untuk dapat nilai bagus dalam ujian sekolah hingga akhirnya korupsi untuk mendapatkan harta berlimpah saat bekerja. Sungguh ter-la-lu!

Mayoritas manusia mengukur keberhasilan seseorang berdasarkan hasil akhir. Lalu bagaimana dengan orang yang memang dilahirkan dari keluarga kaya dan masih bergantung pada orang tuanya masih disebut sebagai orang yang berhasil? Jika iya, sungguh kasihan nasib rakyat miskin yang terlahir miskin karena mereka dipandang sebagai manusia yang gagal. Tentu akan ada jurang pemisah dalam kehidupan masyarakat karena tak adanya keadilan.

Sesungguhnya jika ingin adil, tolak ukur keberhasilan itu bukan dilihat dari hasil akhir, melainkan dari proses yang dijalani setiap insan. Keberhasilan kita dinilai dari seberapa besar PERUBAHAN yang kita alami SEJAK MEMULAI HINGGA MENGAKHIRI sesuatu. Perubahan tersebut tidak hanya berbentuk MATERI tetapi juga MORIL.

Memulai lebih awal maka akan menghasilkan lebih awal pula. Menghasilkan lebih awal maka akan membuat kita istirahat lebih awal. Istirahat lebih awal maka dapat memicu kita untuk memulai lebih awal. Siklus memulai seperti itu akan terus berlaku jika kita bisa memulainya dari sekarang juga, dari diri kita sendiri, dan dari hal yang terkecil layaknya pribahasa “sedikit demi sedikit lama-lama akan menjadi bukit”.

Jika niatnya demi kebaikan, maka tidak akan ada kata terlambat untuk mengawali dari sekarang, yang salah adalah menunda-nundanya hingga nanti sampai batas waktu yang tidak diketahui. Maka dari itu, daripada menyesal di kemudian hari, mari PANTASKAN DIRI untuk menjadi insan yang lebih baik DIMULAI dari SEKARANG!

NEVER BEGIN, NEVER WIN, LET’S BEGIN!

Bandung, 28 Agustus 2012

hamba yang mengawali,

Rici Solihin

MERDEKA DARI ABU-ABU

            Ada suatu waktu di mana kita tidak bisa menjadi diri kita sendiri. Masa ketika kita masih menerawang jalan mana yang tepat untuk kita berpijak. Mengikuti arus bukan mengikuti kata hati, bak air yang mengalir berdasarkan arus sungai. Suatu periode ketika semuanya seolah-olah sama karena tunduk pada keseragaman dengan dalih untuk meraih keadilan dan tidak ingin tampil mencolok sehingga dapat dikatakan sebagai Zona abu-abu.

            Zona abu-abu merupakan istilah yang saya gunakan untuk menggambarkan bagaimana keadaan pemuda saat ini yang cenderung bermain aman karena lebih mementingkan keselamatan, kesenangan, keuntungan, dan bahkan keperluan dirinya sendiri dibandingkan dengan bersama. Mereka buta melihat kenyataan, mereka tuli mendengar kebenaran dan mereka lumpuh melakukan ketaatan yang hakiki. Hingga pada akhirnya mengakibatkan mereka menjadi individu yang tidak mempunyai pendirian, terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, dan bahkan enggan untuk mengambil keputusan yang tegas karena tidak adanya integritas dalam diri mereka.

Semua kondisi abu-abu pernah saya rasakan, mulai terjebak di tengah kaum hedonist yang ingin mendapatkan pengakuan sebagai golongan gaul dan ingin dihormati setiap orang, kemudian menjadi golongan pesimis yang selalu mencemooh orang yang menebar kebenaran sehingga menyebutnya sebagai mahkluk sok suci, hingga akhirnya otak mulai tercuci dengan istilah “tradisi”. Tapi kenyataan yang dihasilkan bukanlah pengakuan yang seperti diharapkan karena yang didapat hanyalah eksistensi dari caci maki orang hingga keraguan atas diri sendiri.

Ketika ada orang yang menyanggah “kata siapa tradisi tidak bisa dihapuskan? Komentar mendukung memang ada tetapi tak sebanyak hujatan yang mulai datang bertaburan dari orang-orang yang menganggap dirinya memang benar. Tradisi? Memangnya tradisi tidak bisa dirubah untuk jadi lebih baik? Jika seperti itu mungkin kini kita masih menjadi orang-orang kuno masih jauh dari peradaban, listrik pun tidak ada karena hasrat untuk berubah pun masih kurang. Katanya ini zaman modern? Tapi kenapa kelakuan masih seperti orang-orang terdahulu yang masih gelap keimanannya saat ketika yang haram pun dianggap halal dan yang halal dianggap haram dan baru disadarkan ketika diturunkannya seorang pemberi peringatan atau ketika diberikannya Azab kepada mereka. Apakah kita harus diberi dulu azab yang pedih oleh-Nya baru kita akan sadar? Untung-untung masih hidup, jika keburu mati apakah kita masih bisa bertobat? Orang-orang yang berpikir bahwa tradisi yang buruk itu tidak bisa dirubah hanyalah orang-orang yang PESIMIS yang tidak mempunyai masa depan karena hanya egois memikirkan dirinya sendiri untuk hari ini kemudian menyerah lebih awal sebelum mencoba sehingga tidak mempunyai masa depan yang berarti pula. Thomas Alva Edison saja tidak menyerah walaupun telah gagal 5000 kali untuk menemukan bola lampu. Bukan gagal tapi 5000 cara yang kurang benar, tapi hasilnya kini bisa kita rasakan yakni bisa dunia pun bisa jadi terang walaupun di tengah gelapnya malam. Begitu pula diri kita jika yang asalnya banyak orang yang menilai buruk mari kita ubah menjadi lebih baik. Sebenarnya orang-orang yang menginkan perubahan itu lebih banyak dari pada orang-orang PESIMIS tadi mungkin karena ketidakberaniannya telah membungkam suara dan gerak mereka sehingga tidak yang terjadi tidak adanya perubahan untuk jadi lebih baik yang signifikan.

Itulah masa abu-abu ketika kita terlalu bergantung pada kekerasan hati, ketika kita terlalu mempercayai mitos dibandingkan diri sendiri, hingga ketika kita terlalu banyak mencari pembenaran untuk menyanggah kebenaran yang pasti. Abu-abu memang identik dengan keraguan karena ketidaktegasan kita dalam memilih jalan hidup hingga mengeraskan hati dan pikiran kita untuk terus berada di zona nyaman.

Kita memang dilahirkan di dunia dengan keadaan suci layaknya kertas putih. Namun, ketahuilah bahwa hidup ini akan lebih indah jika penuh warna. Setiap manusia ditakdirkan untuk memilih warnanya sendiri untuk mengarungi kehidupan, tak hanya menunggu takdir yang telah diguratkan oleh Sang Pencipta. Memang benar segalanya telah ada yang mengatur, seperti halnya rezeki dan jodoh yang ada di tangan Tuhan, ya memang akan terus berada di tangan Tuhan jika kita tak jua mengambilnya.

Sesungguhnya segala sesuatu akan kembali pada asalnya, layaknya manusia yang terbuat dari tanah akan kembali juga terkubur dalam tanah, begitu juga kebaikan yang akan berujung pada kebaikan. Maka dari itu marilah kita menebar kebaikan mulai dengan merubah tradisi yang jahiliyah yaitu hapus dahulu rasa takut dan PESIMIS yang menyelimuti diri dan mulailah mencoba menjadi orang-orang yang OPTIMIS serta Visioner, mulai memikirkan keberlangsungan kegiatan ini juga untuk jangka panjang. Dimulai dengan niat untuk menjadi lebih baik serta suarakanlah pendapat diiringi dengan aksi yang nyata. Mulailah dari diri sendiri dan hal yang kecil untuk pribadi yang lebih baik karena ketika setiap orang mencoba mencapai suatu hal yang besar, tanpa menyadari bahwa hidup itu adalah kumpulan dari hal-hal kecil. Serta jangan lupa bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang dan juga selalu sadar dengan apa yang akan kita lakukan karena Allah selalu melihat gerak-gerik kita kapan pun dan di mana pun walaupun kita tidak menyadarinya.

Kita ini dianugerahi otak untuk berpikir serta mempunyai agama sebagai pedoman hidup. Agama? Mungkin sebagian orang yang menganut faham sekuler berpikir itu aneh dan alergi ketika dikaitkan karena mereka. Coba BUKA MATA kita yang telah DIBUTAKAN oleh gelmerlapnya nikmat duniawi, kita hidup di negara yang berasaskan Pancasila bukan sekuler! Ketakutan serta tekanan yang diberikan seharusnya bisa membuat kita menjadi kuat bukan menyerah begitu saja dengan keadaan yang ada sehingga kita dengan mudahnya bisa dijadikan sebagai BONEKA yang bisa dipermainkan dan juga DIPERBUDAK untuk melayani pihak-pihak yang tidak bermoral dalam melakukan tindakan bejadnya. Kita bukanlah PENGECUT-PENGECUT yang hanya bisa dipakai begitu saja dan akhirnya akan dibuang juga jika sudah tidak diperlukan layaknya SAMPAH

“….Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain dia”

(Ar-Rad: 11)

            Jelas sudah tergambarkan dalam perintah-Nya bahwa kita harus memilih jalan yang lebih baik agar kelak tidak berujung pada penyesalan. Terus bergerak menjadi seorang yang optimis, tak perlu khawatir akan kegagalan karena sesungguhnya kegagalan itu merupakan bagian dari pembelajaran untuk membangun kita menjadi lebih kuat dan layak untuk naik tingkat ke derajat yang lebih tinggi di hadapan-Nya.

 “Wahai  manusia! Sungguh, Kami telah ciptakan kamu dari seorang laki-laki dam seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Alla Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Al-Hujurat:13)

            Dari Ayat tersebut, telah dijelaskan bahwasanya setiap orang diciptakan berbeda dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing agar saling mengenal dan melengkapi satu sama lain. Maka dari itu, jadilah diri sendiri yang mempunyai karakter khusus agar dapat dengan mudah dikenal orang lain. Karakter itulah yang membuatmu memiliki warna sendiri dan mulailah membaur dengan manusia lainnya untuk saling membantu, berempati, bersinergi, hingga berkolaborasi guna mencapai kerukunan dan persatuan yang harmonis. Bukankah indahnya pelangi itu karena banyaknya warna-warna yang saling melengkapi satu sama lain.

Untuk menjadi manusia yang visioner, tentukan setiap mimpi yang akan kita capai, tak perlu ragu tak perlu cemas mimpilah setinggi-tingginya, khawatirlah jika mimpi tersebut hanya sebatas mimpi. Jangan pernah berpikir hal seperti itu hanyalah mimpi karena semua impian kita bisa menjadi kenyataan, jika kita memiliki keberanian untuk mewujudkannya! Keberanian saja mungkin tidak cukup jika tidak disertai aksi yang nyata untuk menyuseskannya karena ukuran sukses bukanlah dilihat dari hasil tetapi dari proses dalam mencapainya. Satu hal lagi, “Percepatan lebih baik daripada kecepatan” seperti halnya kalimat tersebut, ketika apa yang telah kita inginkan telah tercapai jangan cepat puas dan berhenti sampai di situ kita tetapi harus kita tingkatkan lagi karena ketika proses dalam mencapai kesuksesan itu telah berhenti maka kita telah kembali menjadi orang yang GAGAL karena seiring berjalannya waktu mungkin saja orang lain bisa lebih baik lagi dari kita. Oleh karena itu teruslah berkembang layaknya ulat buruk rupa yang hanya bisa terdiam dalam daun bermetamorfosis menjadi kupu-kupu cantik yang bisa terbang bebas di angkasa. Rasulullah SAW pun bersabda: “orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, orang yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi, dan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin adalah orang yang celaka”. Maka janganlah mau kita menjadi orang yang merugi atau bahkan celaka tapi berusahalah untuk selalu orang yang beruntung.

Sekarang saatnya merdekakan diri dari zona abu-abu dan mulai pilih warna hidup yang sesuai dengan kata hatimu. Warnaku merah lalu apa warnamu?

Image

Bandung, 26 Agustus 2012

Hamba yang tak sempurna,

Rici Solihin

( Penulis adalah pemilik akun twitter: @ricisolihin)